Senin, Juni 30, 2014

Lentera Wahyu

Dari Sejelek-Jelek Manusia
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallâhu ‘anhu, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ شِرَارِ النَّاسِ مَنْ تُدْرِكُهُ السَّاعَةُ وَهُمْ أَحْيَاءٌ، وَمَنْ يَتَّخِذُ الْقُبُورَ مَسَاجِدَ
“Sesungguhnya, termasuk sejelek-jelek manusia adalah orang yang didapati oleh hari kiamat, sementara mereka masih hidup, dan orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid (tempat ibadah).” [Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, Al-Bazzar, dan selainnya dengan sanad yang hasan]

Menghargai Istri
 Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin membenci kepada seorang mukminah (istrinya). Jika ia membenci  sebuah akhlak dari (istrinya), dia akan ridha darinya pada hal yang lain.” [Diriwayatkan oleh Muslim]

Di Antara Etika Bermajelis
Dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallâhu ‘anhumâ, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallambersabda,
لَا يُقِيمُ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَقْعَدِهِ، ثُمَّ يَجْلِسُ فِيهِ وَلَكِنْ تَفَسَّحُوا وَتَوَسَّعُوا
“Janganlah seorang menyuruh orang lain bangkit dari tempat duduknya, kemudian dia duduk padanya, akan tetapi hendaklah kalian memperlapang dan memperluasnya.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim. Lafazh hadits milik Muslim]

Fitnah Perempuan
Dari Usamah bin Zaid radhiyallâhu ‘anhumâ, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallambersabda,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku suatu fitnah yang lebih berbahaya terhadap laki-laki daripada (fitnah) perempuan.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim. Lafazh hadits milik Al-Bukhâry]

Sejauh Mana Hak Seorang Suami?
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
لَوْ كُنْتُ آمِرَا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Dishahihkan oleh Al Albany dari Irwa`ul Ghalil no. 1998]

Sebab Bertambahnya Ilmu
Barangsiapa yang menghendaki ilmu, hendaknya dia bertakwa kepada AllahSubhânahu wa Ta’âlâ.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ
“Bertakwalah kepada Allah, Allah (pasti) memberi ilmu kepada kalian.” [Al-Baqarah: 282]

Tentang Rasa Malu
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الْأُولَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
“Sesungguhnya, di antara pembicaraan kenabian terdahulu yang ditangkap oleh manusia adalah, ‘Apabila tidak malu, berbuatlah engkau sesukamu.’.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dari Abu Mas’ûd radhiyallâhu ‘anhu]

Sumber Akhlak yang Mulia
Dasar pijakan untuk akhlak mulia adalah firman Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ,
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Ambillah rasa maaf, perintahlah dengan yang ma’ruf, dan berpalinglah dari orang-orang jahil.” [Al-A’râf: 199]

Wasiat Yang Agung
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ، وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ، وَأَجْمِعِ الْيَأْسَ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ
“Apabila berdiri pada shalatmu, kerjakanlah shalat sebagaimana shalat perpisahan, janganlah engkau berbicara dengan pembicaraan yang engkau akan mintakan maaf darinya, serta kumpulkanlah keputus-asaan pada segala yang berada di tangan manusia.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Majâh dari Abu Ayyûbradhiyallâhu ‘anhuAsh-Shahîhah no. 401]

Hakikat Kehidupan
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jibrîl ‘alaihissalâm datang kepada seraya berkata,
يَا مُحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَنْ أَحْبَبْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ
‘Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu karena sungguh engkau akan meninggal, cintailah siapapun yang engkau sukai karena sungguh engkau akan berpisah dengannya, beramallah sesukamu karena engkau pasti mendapat imbalannya.’.”[Dalam Ash-Shahîhah no. 831 dari beberapa orang shahabat.]

Perhatikan Niatmu
Ibnul Mubarak rahimahullâh berkata,
رُبَّ عملٍ صغيرٍ تعظِّمهُ النيَّةُ، وربَّ عمل كبيرٍ تُصَغِّره النيَّةُ
“Kadang sebuah amalan kecil diperbesar oleh niat, dan kadang sebuah amalan besar diperkecil oleh niat.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya sebagaimana dalam Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam]

Demikianlah Perjalanan ke Negeri Akhirat
Dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallambersabda,
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga diiitari dengan hal-hal yang tidak menyenangkan, sedangkan neraka diitari dengan berbagai syahwat.”[Diriwayatkan oleh Muslim]

Dari Mana datangnya Musibah?
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian maka itu disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (kesalahan-kesalahan kalian).” [Asy-Syûrâ: 30]

Di antara Sebab Musibah dan Petaka
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kepada jalan yang benar).” [Ar-Rûm: 41]

Bahaya Mencari Aib Orang Lain
Dari Ibnu Umar radhiyallâhu ‘anhumâ, Rasulullah bersabda shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الإِيمَانُ إِلَى قَلْبِهِ، لَا تُؤْذُوا المُسْلِمِينَ وَلَا تُعَيِّرُوهُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ المُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ
“Wahai sekalian manusia, barangsiapa yang beriman dengan lisannya, sedangkan keimanan belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian mengganggu kaum muslimin juga janganlah mencela mereka, serta janganlah kalian mencari-cari aurat mereka. Sesungguhnya, barangsiapa yang mencari-cari aurat saudaranya sesama muslim, Allah akan mencari-cari auratnya. Barangsiapa yang auratnya dicari-cari oleh Allah, niscaya Allah akan mempermalukannya, walaupun dia berada di tengah rumahnya.” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy dan selainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalamShahîhul Jamî’]

Hukum Menyentuh Perempuan Bukan Mahram
Dari Ma’qil bin Yasâr radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallambersabda,
لَأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ
“Andaikata seorang lelaki kepalanya ditusuk dengan jarum besi, hal itu lebik baik daripada dia menyentuh perempuan yang tidak halal baginya (baca: bukan mahramnya).”
[Diriwayatkan oleh Ar-Rûyâny, Ath-Thabarâny dan Al-Baihaqy. Dikuatkan oleh Al-Albany dalam Ash-Shahîhah no. 226]

Yang Tidak Pernah Kenyang
Dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallambersabda,
مَنْهُومَانِ لَا يَشْبَعَانِ: مَنْهُومٌ فِي عِلْمٍ لَا يَشْبَعُ، وَمَنْهُومٌ فِي دُنْيَا لَا يَشْبَعُ
“Dua ketamakan yang tidak pernah kenyang: ketamakan terhadap ilmu tidak pernah kenyang, dan ketamakan terhadap dunia tidak pernah kenyang.”
[Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan selainnya. Dishahihkan oleh Al-Albany dalamShahîh Al-Jamî’]

Peringatan untuk Penyebar Berita
Dari Bilâl bin Harits Al-Muzany radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ فَيَكْتُبُ اللَّهُ لَهُ بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ فَيَكْتُبُ اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا سَخَطَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ
“Sesungguhnya salah seorang dari kalian berbicara dengan sebuah kalimat berupa keridhaan Allah -tidak pernah dia menyangka akan tersebar sedemikian rupa- maka, lantaran (kalimat itu), Allah menulis keridhaan baginya hingga hari tatkala dia menghadap kepada-Nya.Dan sungguh seorang lelaki di antara kalian berbicara dengan sebuah kalimat berupa kemurkaan Allah -tidak pernah dia menyangka akan tersebar sedemikian rupa- maka, lantaran (kalimat itu), Allah menulis kemurkaan baginya hingga hari saat dia menghadap kepada-Nya.”
[Diriwayatkan oleh Imam Malik, Ahmad, At-Tirmidzy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan selainnya.Ash-Shahîhah no. 888]

Kalimat-Kalimat Agung
Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapakah yang mau menerima kalimat-kalimat ini agar diamalkan dan diajarkan kepada siapa saja yang akan mengamalkannya?’ Abu Hurairah menjawab, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ Kemudian beliau memegang kedua tanganku seraya bertutur,
اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَلاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
‘Takutlah engkau kepada segala sesuatu yang diharamkan, niscaya engkau menjadi manusia yang paling beribadah. Ridhailah segala sesuatu yang Allah bagi kepadamu, engkau pasti menjadi manusia yang paling cukup.Berbuatbaiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi seorang mukmin. Cintailah untuk manusia, segala sesuatu yang engkau cintai untuk dirimu, engkau pasti menjadi seorang muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa karena banyak tertawa akan mematikan hati.’.” [Diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzy, dan selainnya.Baca Ash-Shahîhah no. 930]

Hakikat Perbekalan
Dari Al-Barâ` bin ‘Âzib radhiyallâhu ‘anhumâ, beliau bertutur, “Kami pernah bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pada sebuah jenazah, kemudian beliau duduk di pinggir kubur, lalu menangis hingga membasahi tanah. Beliau bersabda,
يَا إِخْوَانِى لِمِثْلِ هَذَا فَأَعِدُّوا
‘Wahai saudara-saudaraku, untuk (keadaan) seperti ini hendaknya kalian bersiap.’.” [Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, dan selainnya.Baca Ash-Shahîhah no. 1751]

Lima Perkara Sebelum datang Lima Perkara
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ, dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda kepada seorang lelaki sembari menasihati lelaki itu,
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkan segera lima perkara sebelum (datang) lima perkara: waktu mudamu sebelum (datang) waktu tuamu, kesehatanmu sebelum (datang) sakitmu, kekayaanmu sebelum (datang) kefakiranmu, waktu luangmu sebelum (datang) waktu sibukmu, dan kehidupanmu sebelum (datang) kematianmu.” [Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan selainnya. Dishahihkan oleh Al-Albany rahimahullâh]

Jalan Keselamatan
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhany radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan keselamatan itu?”
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab,
أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ
“Jagalah lisan engkau, hendaknya engkau merasa lapang dengan rumahmu, dan tangisilah kesalahanmu.” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy dan selainnya.Shahîh At-Targhîb dan Ash-Shahîhah]

Kedahsyatan Api Neraka
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Jibril‘alaihissalâm,
مَا لِيْ لَا أَرَى مِيْكَائِيْلَ ضَاحِكًا قَطُّ قَالَ مَا ضَحِكَ مِيْكَائِيْلُ مُنْذُ خُلِقَتِ النَّارُ
“Mengapa saya sama sekali tidak pernah melihat Mika`il tertawa? (JIbril) menjawab, ‘Mika`il tidak pernah tertawa semenjak neraka diciptakan.’.”[Dihasankan oleh Al-Albany dengan seluruh jalurnya dalam Ash-Shahîhah dan Shahîh At-Targhîb]

Mata yang Terjaga dari Api Neraka
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثَةٌ لَا تَرَى أَعْيُنُهُمُ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ : عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ حَرَسَتْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَعَيْنٌ غَضَّتْ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ
“Ada tiga (orang) yang mata-mata mereka tidak akan melihat nerakan pada hari kiamat: mata yang menangis karena takut kepada Allah, mata yang berjaga-jaga di jalan Allah, dan mata yang menundukkan pandangan dari segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah.” [Dishahihkan oleh Al-Albany rahimahullâh dalam Ash-Shahîhah no. 2673 dari sejumlah shahabat]

Tentang Mendengar Pembicaraan Orang Lain
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنِ اسْتَمَعَ إِلَى حَدِيثِ قَوْمٍ، وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، أَوْ يَفِرُّونَ مِنْهُ، صُبَّ فِي أُذُنِهِ الآنُكُ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Barangsiapa yang mendengar pembicaraan suatu kaum, sedang kaum itu tidak senang kepadanya atau mereka lari darinya, akan dituangkan timah putih pada telinganya pada hari kiamat.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dari Ibnu ‘Abbâsradhiyallâhu ‘anhumâ]

Tentang ‘Insya Allah’
Biasakanlah mengucapkan, ‘Insya Allah,’ atas sesuatu hal yang akan datang.
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا (23) إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi,’ kecuali (dengan menyebut), ‘Insya Allah’.” [Al-Kahf: 23-24]

Dua Nikmat yang Terlalaikan
Dari Ibnu Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallambersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ، وَالْفَرَاغُ
“Dua nikmat yang banyak manusia merugi di dalamnya: kesehatan dan waktu luang.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhary]

Kaidah Dalam Beraktivitas
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ
Sesungguhnya Allah mencintai apabila seseorang di antara kalian melakukan amalan, dia yang melakukannya secara mutqin (sempurna/lengkap).” [Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan selainnya. Silsilah Ahâdist Ash-Shahîhah no. 1113]

Tanda Kebaikan Allah kepada Hamba
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, Allah akan memahamkannya dalam agama.”[Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim dari Mu’âwiyah bin Abi Sufyân radhiyallâhu ‘anhu]

Yang Paling Mulia di Sisi Allah
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.” [Al-Hujurât: 13]

Keadaan Kebanyakan Manusia
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” [Ar-Rûm: 7]
Ayat di atas adalah celaan bagi orang-orang yang mengenal berbagai jalan untuk mendapatkan dunia, namun lalai dari akhiratnya.

Hakikat Yang Terlupakan
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ
“Segala sesuatu yang berada di sisi kalian akan sirna, dan segala sesuatu yang berada di sisi Allah akan kekal.” [An-Nahl: 96]

Akhlah yang Baik adalah Sumber Kebaikan
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ، وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
“(Perbuatan) kebajikan (berasal) dari akhlak yang baik, dan dosa-dosa adalah segala sesuatu yang menyesakkan dadamu dan engkau enggan bila manusia mengetahuinya.” (Diriwayatkan oleh Muslim)

1.      Menghargai Istri
Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin membenci kepada seorang mukminah (istrinya). Jika ia membenci  sebuah akhlak dari (istrinya), dia akan ridha darinya pada hal yang lain.” [Diriwayatkan oleh Muslim]

Bagaimana Kita Bersepakat Menentukan 1 Ramadhan

Termasuk keunikan negeri kita ini, Indonesia, yang mungkin tidak terjadi pada negeri-negeri lain, terjadinya silang pendapat dalam penentuan hari-hari penting umat Islam. Yang lebih disayangkan adalah bahwa silang pendapat ini hampir terjadi setiap tahun belakangan ini. Semoga hal tersebut tidak terjadi pada Ramadhan 1435 H mendatang.
Berikut beberapa nasihat dan pijakan agar tidak terjadi silang pendapat seputar masuknya bulan Ramadhan dan hari penting umat Islam lainnya.

Pertama, dalam Islam, penentuan masuknya bulan Ramadhan  dan bulan lainnya hanyalah dikenal dengan cara melihat hilal atau menggenapkan bulan menjadi tiga puluh hari pada saat hilal tidak terlihat.
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“… Maka, barangsiapa di antara kalian yang menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa ….” [Al-Baqarah: 185]
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ الشَّهْرُ فَعَدُّوْا ثَلَاثِيْنَ
“Berpuasalah kalian karena melihat (hilal) tersebut, dan ber­bukalah kalian karena melihat (hilal) tersebut. Lalu, apabila tertutupi dari (pandangan) kalian, sempurnakanlah bulan (Sya’ban) itu menjadi tiga puluh (hari).”[1]
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
«إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ، لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ، الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا» وَعَقَدَ الْإِبْهَامَ فِي الثَّالِثَةِ «وَالشَّهْرُ هَكَذَا، وَهَكَذَا، وَهَكَذَا» يَعْنِي تَمَامَ ثَلَاثِينَ
“Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah, kami tidak menulis dan tidak menghitung. Bulan itu begini, begini, dan begini -seraya beliau melipat ibu jarinya pada kali ketiga (yakni dua puluh sembilan hari)-. Bulan itu begini, begini dan begini -yakni tiga puluh hari secara sempurna -.”[2]
Dari dua hadits di atas -dan banyak lagi hadits lainnya- dapat diketahui bahwa, dalam Islam, jumlah hari dalam sebulan hanyalah dua puluh sembilan atau tiga puluh hari. Tidaklah dikenal bahwa bulan Islam berakhir dengan tanggal 28 atau 31.
Dari ayat dan hadits-hadits di atas, kita bisa mengetahui secara pasti bahwa penentuan masuknya bulan dalam Islam hanyalah dengan dua cara:
1. Rukyat hilal, yaitu penampakan hilal setelah matahari terbenam pada tanggal 29.
2. Ikmâl ‘penyempurnaan’, yaitu menyempurnakan bulan menjadi tiga puluh hari di kala hilal tidak terlihat pada tanggal 29 setelah matahari terbenam.
Ibnu Hubairah berkata, “(Para ulama) bersepakat bahwa puasa Ramadhan menjadi wajib dengan rukyat hilal atau meng-ikmâl Sya’ban menjadi tiga puluh hari ketika tidak ada rukyat, sedang mathla’ (tempat terbit hilal) kosong dari penghalang untuk melihat.”[3]
Demikian pula dinukil kesepakatan oleh Ibnul Mundzir sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar[4].

Kedua, penentuan masuknya bulan dengan ilmu hisab atau ilmu falak adalah hal yang tidak dikenal dalam Islam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya kita mengetahui secara aksioma dalam agama Islam bahwa dalam rukyat hilal puasa, haji, iddah, îlâ`, dan selainnya berupa hukum-hukum yang berkaitan dengan hilal, beramal (padanya) dengan menggunakan berita ahli hisab -bahwa hilal dilihat atau belum- adalah tidak boleh. Nash-nash mustafîdhah (masyhur dan sangat banyak) dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang hal tersebut sangatlah banyak. Kaum muslimin telah bersepakat tentang (ketidakbolehan penggunaan berita ahli hisab) tersebut. Sama sekali tidaklah diketahui ada silang pendapat dalam hal tersebut – baik dahulu maupun belakangan-, kecuali sebagian orang-orang belakangan setelah abad ke-3 yang senang dengan ilmu fiqih. (Orang tersebut) menyangka bahwa ahli hisab boleh beramal dengan hisab untuk dirinya sendiri jika hisabnya menunjukkan rukyat. Bila tidak menunjukkan, hal tersebut tidak diperbolehkan. Pendapat ini -walaupun terbatas pada keadaan mendung dan terkhusus bagi si ahli hisab itu sendiri- adalah pendapat yang syâdz ‘aneh, ganjil’, telah diselisihi oleh ijma’ (kesepakatan ulama) sebelumnya. Adapun mengikuti (ilmu hisab) tersebut dalam keadaan (cuaca) tidak berawan atau memakai (ilmu hisab) sebagai hukum umum pada segala keadaan, hal tersebut tidaklah diucapkan oleh seorang muslim pun.”[5]
Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa kerusakan penggunaan ilmu hisab dalam penentuan masuknya Ramadhan bisa disimpulkan pada empat perkara:
1. Menyalahi ayat dan hadits-hadits yang menjelaskan bahwa masuknya bulan hanyalah dengan dua cara: rukyat hilal dan ikmâl.
2. Membuang jalan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dalam penentuan masuknya bulan dengan memakai ilmu hisab sebagai pengganti (jalan) tersebut.
3. Menentang jalan dan kesepakatan para shahabat radhiyallahu ‘anhum yang tidak pernah menggunakan ilmu hisab.
4. Menyelisihi kesepakatan ulama yang telah diterangkan oleh Ibnu Taimiyah[6], Ibnu ‘Abdil Barr[7], dan selainnya.
Hendaknya orang-orang yang mengumpulkan empat kerusakan di atas bersiap untuk menuai ancaman Allah ‘Azza wa Jalla sebagaimana dalam firman-Nya,
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا.
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul, sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dia kuasai itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, sedang Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisâ`: 115]
Namun, kami perlu mengingatkan bahwa keterangan di atas tidak menunjukkan akan keharaman penggunaan ilmu hisab dalam hal yang diperbolehkan. Kami hanya menegaskan kesalahan orang-orang yang menggunakan ilmu hisab sebagai penentu final masuknya bulan, atau semata berdasar pada  ilmu hisab dalam menentukan masuknya bulan.

Ketiga, hilal adalah bulan sabit kecil yang muncul pada awal bulan.
Orang Arab menyebut bulan sabit kecil pada malam pertama, kedua, dan ketiga dengan nama hilal. Adapun bulan yang muncul pada malam keempat dan seterusnya, orang Arab menyebutnya dengan nama qamar (bulan).[8]
Hilal, yang dianggap sebagai tanda awal bulan, adalah bulan sabit kecil yang tampak setelah matahari terbenam. Telah datang sejumlah atsar dari para shahabat yang menunjukkan bahwa hilal yang teranggap sebagai awal bulan adalah yang terlihat setelah matahari terbenam[9]. Bahkan, Ibnu Hazm menukil kesepakatan ulama tentang hal tersebut[10].
Dari penjelasan di atas, bisa diketahui dua kesalahan yang sering terjadi:
1. Menganggap bahwa hilal mungkin terlihat sebelum matahari terbenam.
Anggapan tersebut telah kita jumpai pada kejadian Kamis sore kemarin, 19 Juli 2012, yaitu bahwa seseorang orang menganggap telah melihat hilal pada pukul 17:53, padahal waktu Maghrib di wilayah tersebut masih beberapa menit lagi setelah itu.
2. Pembatasan bahwa tinggi hilal ketika dilihat hanya sah bila berada pada dua derajat atau lebih.
Ini adalah pembatasan yang tidak benar karena Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memberi tuntunan dengan hitungan ketinggian dua derajat, tetapi beliau memberi tuntunan umum bagi siapa saja yang melihat hilal, yakni pada ketinggian berapapun setelah matahari terbenam.

Keempat, penentuan masuknya bulan adalah wewenang pemerintah (Ulil Amri).
Imam Ibnu Jamâ’ah Asy-Syâfi’iy menjelaskan beberapa wewenang pemerintah, yang merupakan kewajibannya kepada rakyat. Di antaranya adalah, “Wewenang Ketiga: penegakan simbol-simbol Islam, seperti shalat-shalat wajib, shalat Jum’at, shalat berjamaah, adzan, iqamah, khutbah, dan keimaman. Juga mengawasi urusan puasa, berbuka, hilal, haji ke Baitullah, dan umrah. Juga memperhatikan hari-hari Id ….”[11]
Oleh karena itu, saat pemerintah Indonesia telah menetapkan bahwa 1 Ramadhan 1435 H jatuh pada Sabtu, 28 Juni 2014 karena melihat hilal, atau menetapkan hari Ahad 29 Juni 2014 karena menyempurnakan hitungan bulan menjadi 30 hari, berarti putusan tersebut telah benar dan telah berdasarkan petunjuk Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dalam penentuan masuknya bulan.
Kewajiban kita, selama pemerintah tidak memerintah dalam hal yang mungkar, adalah taat kepada mereka dalam hal yang ma’ruf. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, serta taatlah kepada Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian.” [An-Nisâ`: 59]
Dari ‘Ubâdah bin Ash-Shâmit radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata,
دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ، فَقَالَ فِيْمَا أَخَذَ عَلَيْنَا: أَنْ بَايَعْنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا، وَمَكْرَهِنَا، وَعُسْرِنَا، وَيُسْرِنَا، وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا، وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحاً عِنْدَكُمْ مِنَ اللهِ فِيْهِ بُرْهَانٌ.
“Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam memanggil kami, lalu kami membaiat beliau, dan di antara (janji) yang beliau ambil atas kami adalah, ‘Kami berbaiat untuk mendengar dan menaati (pemimpin) dalam keadaan semangat dan terpaksa, serta dalam keadaan mudah dan susah, meski terjadi pementingan hak pribadi terhadap kami, serta kami tidak boleh menggugat perkara itu dari pemiliknya, kecuali bila kalian melihat kekufuran yang sangat nyata, yang kalian memiliki argumen tentang (kekufuran) itu di sisi Allah.’.”[12]
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِسْمَعْ وَأَطِعْ فِيْ عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ، وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ، وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ، وَإِنْ أَكَلُوْا مَالَكَ، وَضَرَبُوْا ظَهْرَكَ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ مَعْصِيَةً.
“Dengar dan taatlah pada waktu susah dan mudah serta dalam keadaan bersemangat dan terpaksa, meski terjadi pementingan hak pribadi terhadapmu, juga walaupun mereka memakan hartamu dan memukul punggungmu, kecuali jika hal tersebut merupakan suatu maksiat.”[13]
Hadits-hadits yang semakna dengan hadits di atas sangatlah banyak.

Kelima, terjadi silang pendapat di kalangan ulama bahwa, bila hilal telah terlihat pada suatu negeri, apakah rukyat hilal tersebut berlaku juga untuk penduduk negeri yang lain?
Terdapat silang pendapat di kalangan ulama baik terdahulu maupun belakangan- tentang hal tersebut. Walaupun pendapat yang menyatakan rukyat hilal tersebut berlaku untuk seluruh negeri itu lebih kuat, hal tersebut lebih berlaku tatkala seluruh kaum muslimin dipimpin oleh seorang pemimpin atau pada keadaan-keadaan tertentu.
Adapun keberadaan pemerintah kita yang telah menetapkan masuknya Ramadhan berdasarkan rukyat hilal dan telah diikuti oleh kebanyakan manusia, tidak ada alasan bagi rakyat untuk menyelisihi ketetapan tersebut. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ، وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Puasa itu adalah hari kalian berpuasa. Berbuka itu adalah hari kalian berbuka. Adh-hâ itu adalah hari kalian ber-udh-hiyah.”[14]
Setelah meriwayatkan hadits di atas, Imam At-Tirmidzy berkata, “Sebagian ulama menafsirkan hadits ini dengan perkataannya, ‘Sesungguhnya maknanya adalah bahwa berpuasa dan berbuka itu (dilaksanakan) bersama jamaah dan kebanyakan manusia.’.”
Pada akhir makalah ini, kami mengingatkan kaum muslimin akan etika dan adab agung dari para ulama dalam hal berbeda pendapat.
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiyallâhu ‘anhu, beliau mengerjakan shalat di Mina secara sempurna tanpa mengqashar. Oleh karena itu, Abdullah bin Mas’ûd  radhiyallâhu ‘anhu berbeda pendapat dengan Utsman seraya berargumen bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam serta Abu Bakr dan Umar radhiyallâhu ‘anhumâ mengerjakan shalat dengan qashar. Namun, ketika Utsman mengimami shalat, Ibnu Mas’ûd radhiyallâhu ‘anhu -yang bermakmum kepada Utsman- ikut mengerjakan shalat secara sempurna bersama Utsman. Ketika hal tersebut ditanyakan kepada Ibnu Mas’ûd radhiyallâhu ‘anhu, beliau menjawab,
الْخِلَافُ شَرٌّ
“Perbedaan pendapat adalah kejelekan.”[15]
Juga perhatikanlah bagaimana Ali bin Abi Thalib melaksanakan haji Qiran karena diperintah oleh Utsman bin Affan, padahal Ali sendiri berpendapat dengan haji Tamattu’[16].

Semoga Allah menyatukan kaum muslimin di atas Al-Qur`an dan Sunnah, serta menghindarkan mereka dari segala sebab perselisihan dan perpecahan. Amin.