Rabu, Mei 21, 2014

Sifat Teman yang Baik


Ustadz Abdul Mu'thi: 5 Sifat Teman yang Baik
(Semua tentang Ukhuwah II)
Orang yang bersaudara bukan karena Alloh, maka dia tidak akan mempedulikan tuntunan Alloh. Dia bersahabat karena kefanatikan, selain Alloh subhanahu wa ta'ala.
Maka hendaknya kita meminta kepada Alloh, karena Alloh maksudkan dalam persahabatan itu diniatkan "hanya mendapatkan keridhoan Alloh". Bukan kita bersahabat karena dia kaya, punya jabatan.
Di dalam syariat Alloh, kita dilarang membabi buta dalam persaudaraan.
Baik dan buruknya kita, ditentukan oleh siapa yang kita dekat dengannya. Maka pilihlah teman yang mendekatkan diri kita kepada Alloh. Sebab, teman itu berpengaruh terhadap agama kita.
Dalam sebuah hadits Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” 
(HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Maka, ahlul ilmi, (Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah) berkata ada 5 kriteria teman yang bisa dijadikan teman duduk (di dalam Mukhtasar Minhajul Qashidin 2/36) :
1. Punya Akal Kuat
Dia memikirkan baik-baik segala perkara. Sehingga, ia membawa kebaikan. Pilihlah teman seperti ini. Jangan cari teman yang dungu, buruk.
Ibnu Hibban rohimahulloh berkata (secara makna),
"Berteman dengan teman yang tidak memiliki akal, seperti ular yang berbahaya. Hanya sengsara yang didapatkan."
Karena itulah, bertemanlah dengan orang yang berakal sehingga hidup terarah. Baik di dunia maupun di akhirat. Karena teman seperti ini, akan mengarahkan, tidak asal berbuat.
2. Akhlaknya Baik
Ibnu Hazm berkata (secara makna),
"Barangsiapa ingin mencari keutamaan, maka jangan berjalan dengan seseorang, kecuali dengan yang punya solidaritas, kebaikan, jujur, baik pergaulannya, sabar, suka memenuhi janji, amanah, bepikir sebelum bertindak."
a. Ketika seseorang punya solidaritas, minimal ia membesarkan hati kita, jiwa, dan moril. Sehingga kita kuat, karena teman punya solidaritas dan kepedulian tinggi.
b. Kebaikan. Karena ia berbuat positif, sehingga kita pantas berteman dengannya.
c. Jujur, tidak kamoflase, tidak khianat.
d. Baik pergaulannya. Sehingga hati kita senang. Paling tidak ia tenangkan hati kita. Kalau kita lupa, ia ingatkan. Kalau kita lemah, ia menguatkan.
e. Sabar. Sehingga jika ada masalah, kita tidak panik. Karena ia menyabarkan.
Berkata Ibnu Hibban dalam Raudhat
al-‘Uqala’ wa nazhat l-Fudlala (secara makna),
"Orang yang berakal, tidaklah ia bersahabat kecuali dengan yang punya akhlak. Karena bersahabat dengan orang yang bodoh, akan ketularan bodoh."
Ahlul Ilm berkata, "Dahulu untuk mengetahui seseorang, dinilai dari jawaban dari soal berikut, 'Dengan siapa engkaj berteman?' Aku akan beritahu engkau sebenarnya!"
3. Bukan Fasik
Bukan orang yang suka maksiat, kejahatan, dan kriminal. Maka carilah teman yang sholeh, hidupnya indah, rajin baca qur'an, menuntut ilmu agama. Jangan berteman dengan para pezina, koruptor, dan fasiq lainnya.
Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman,
“Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Robnnya di pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaanNya.”
(QS. Al-Kahfi: 28)
Kadang kita tidak mau bersahabat dengan yang kere, kegiatanna hanya di masjid, membaca qur'an, dan menuntut ilmu. Tetapi, justru kita semestinya bersahabat dengan mereka. Karena mereka adalah murid-murid Nabi shollallohu alayhi wasallam.
Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman,
"Dan jangan engkau palingkan pandanganmu dari mereka karena menginginkan kemewahan dunia, dan jangan menuruti kepada orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari peringatan (ajaran) Kami, dan hanya menuruti hawa nafsunya, maka semua urusannya sia-sia belaka." 
(QS.Alkahfi : ayat 28)
Maka jangan bertemam dengan orang-orang yang lalai karena kita akan menirunya. Pembicaraanya hanya masalah dunia, parahnya lagi jika masalah kejahatan.
4. Bukan Ahlul Bid'ah
Jangan berteman dengan mubtadi'. Said bin Jubair berkata,
"Seorang yang merampok, tapi ia masih ikut sunnah (tidak berbuat bid'ah), itu lebih aku sukai daripada ahli ibadah tapi berbuat bid'ah."
Bukan berarti kita menjauh dari (ahlul bid'ah), karena di sana ada kewajiban dakwah.
Mubtadi' (ahlul bid'ah) adalah orang yang ngotot dalam keadaan dia tahu (itu bid'ah) karena adanya kepentingan. Sudah ada hujjah, tapi ia memilih menyimpang. Karena tidak semua orang yang melakukan bid'ah adalah ahlul bid'ah.
5. Yang Tidak Cinta Dunia
Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman,
"Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat karena mereka melupangan hari perhitungan."
(QS. Sad: 26)
Berteman dengan orang yang cinta dunia akan menyebabkan kebinasaan dan kehancuran. Karena kalau kita punya dunia, maka kita akan bersaing. Kalau tidak punya harta, kita akan ditinggalkan.
Dari Ibnu Asakir, bahwa Ahmad bin Amr berkata,
"Kami pernah keluar mengiringi jenazah. Kemudian guru (kami) berkata, 'Lihatlah para gerombolan anjing itu, duduk, dan saling menyayangi!'
Maka tatkala kami pulang dari mengantar jenazah, gerombolan anjing tadi dilemparkan padanya bangkai. Maka anjing-anjing itu saling mencakar, berebutan, lainnya melolong. Lantas guru tersebut berkata, 'Kalian telah melihat bagaimana anjing-anjing itu saling berebut bangkai. Dan bangkai itu ibarat dunia. Kapan dunia tidak ada, maka kalian bersaudara. Namun, bila dunia datang, maka kalian akan saling memangsa."
Itulah contoh persahabatan karena dunia. Karena ada "udang" di balik "bakwan".
Ia (saling memangsa) tidak peduli apakah senasab atau bukan, bahkan seayah-seibu. Ini semua karena dunia. Maka bertemanlah karena tujuan akhirat, mencari keridhoan Alloh subhanahu wa ta'ala.
Teman yang tidak cinta dunia, ketika ia kaya dan kamu miskin, ia tidak menjauhimu, tidak merendahkanmu.
Sebagaimana jika ia miskin dan kamu kaya, ia tidak incar hartamu. Dan demikianlah para sahabat Rosululloh shollallohu alayhi wasallam.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa tatkala kaum Muhajirin tiba di Madinah, maka Rasulullah shollallohu alayhi wasallam mempersaudarakan Abdurrahman bin ‘Auf dengan Sa’ad bin Ar-Rabi’. Sa’ad berkata kepada Abdurrahman, “Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya di kalangan Anshar. Ambillah separoh hartaku itu menjadi dua. Aku juga mempunyai dua istri. Maka lihatlah mana yang engkau pilih, agar aku bisa menceraikannya. Jika masa iddahnya sudah habis, maka kawinilah ia!” Abdurrahman berkata, “Semoga Allah memberkahi bagimu dalam keluarga dan hartamu. Cukup tunjukkan saja mana pasar kalian?”
Lihatlah ini, kalau ashabuddunnya, es krim saja tidak mau, apalagi perkebunan. Tapi, Muhajirin bukan mengejar harta Anshor. Bahkan Abdurrohman bin Auf berkata, "Cukup tunjukkan dimasa pasar kalian?"
Abdurrohman bin Auf rodiyallohu anhu (orang Muhajirin) memang dikenal sebagai pedagang (pebisnis). Sehingga, ia dapat harta sendiri dari perdagangannya di pasar Anshor. Dan beliau menikah kalangan Anshor dengan mahar berupa emas. Maka Rosulululloh shollallohu alayhi wasallam bersabda (secara makna),
"Potonglahlah seekor kambing untuk acaranya."
Abdurrohman bin Auf punya harga diri dan ini merupakan percontohan dalam Islam.

Bersambung...Insya Alloh.

--Bontote'ne, 19 Rajab 1435 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar