Selasa, Mei 20, 2014

Kiprah Nabi Ibrohim, (Sosok Ayah, Suami, Anak, dan Da'i)

Kiprah Nabi Ibrohim, Siapa Mau Teladani?
(Sosok Ayah, Suami, Anak, dan Da'i)
NABI Ibrohim -alayhi salam- adalah seorang nabi yang memiliki sifat-sifat mulia. Apa itu?
1. Hanif
Sifat utama dari keteladanan Nabi Ibrahim alayhi salam, adalah seorang yang hanif, tunduk dan patuh kepada Allah, dan prosesnya tidak tiba-tiba terjadi utuk menjadi seorang yang hanif, dalam QS 6 : 74.
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar, “Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”.
2. Jauh dari Kesyirikan
Sifat utama yang lain dari keteladanan Nabi Ibrahim alayhi salam, adalah tidak
termasuk orang-orang yang musyrik, dalam QS 6 : 74.
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar, “Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”.
3 . Teladan
Nabi Ibrahim disebut dengan Abul Anbiya (bapaknya para nabi). Atau dalam kata lain 'leadership'. Tidaklah seorang nabi setelah Nabi Ibrahim kecuali semuanya berasal dari keturunan Beliau. Perjalanan hidupnya selalu berpijak di atas kebenaran dan tak pernah meninggalkannya. Punya hujjah yang kuat dalam mengemban amanah dari Alloh subhanahu wa ta'ala. Nabi Ibrahim disebut juga seorang Imam karena beliau menjadi teladan bagi kita semua.
Sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan selalu berpegang kepada kebenaran serta tak pernah meninggalkannya (hanif). Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia pun selalu mensyukuri nikmat-nikmat Allah.” 
(An-Nahl: 120-121)
Diantara keteladanan beliau -alayhi salam- adalah:
A. Teladan Bagi Seorang Ayah
Nabi Ibrahim berhasil mendidik putranya Ismail menjadi anak yang sholeh dan penuh ketaatan.
Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman,
“Maka tatkala anak itu (Ismail) telah sampai (pada umur sanggup) untuk berusaha bersama- sama Ibrahim, berkatalah Ibrahim: ‘Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Hai bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.’ Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim telah membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: ‘Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu,’ sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) ‘Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim’.” 
(Ash-Shaffat: 102-109)
Darimana keyakinan ketawakkalan anak Nabi Ibrohim -alayhi salam- yang berani mengatakan, "Hai bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar"?
Siapa lagi kalau bukan didikan ayahnya? Maka ini pelajaran mahal bagi setiap orangtua agar menjadikan anak-anak kita sebagai anak yang bertawakkal kepada Alloh subhanahu wa ta'ala.
B. Teladan bagi Seorang Suami
Nabi Ibrohim adalah sosok yang senantiasa mendidik istrinya agar bertawakkal kepada Alloh subhanahu wa ta'ala. Hal ini tercermin dari dialog antara Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan istrinya yang bernama Hajar, ketika Nabi Ibrahim membawanya beserta anaknya ke kota Makkah (yang masih tandus dan belum berpenghuni) atas perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:
“Kemudian Ibrahim membawa Hajar dan sang putra Ismail –dalam usia susuan– menuju Makkah dan ditempatkan di dekat pohon besar, di atas (bakal/calon) sumur Zamzam di lokasi (bakal) Masjidil Haram. Ketika itu Makkah belum berpenghuni dan tidak memiliki sumber air. Maka Ibrahim menyiapkan satu bungkus kurma dan satu qirbah/kantong air, kemudian ditinggallah keduanya oleh Ibrahim di tempat tersebut. Hajar, ibu Ismail pun mengikutinya seraya mengatakan: ‘Wahai Ibrahim, hendak pergi kemana engkau, apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tak berpenghuni ini?’ Dia ulang kata-kata tersebut, namun Ibrahim tidak menoleh kepadanya. Hingga berkatalah Hajar: ‘Apakah Allah yang memerintahkanmu berbuat seperti ini?’ Ibrahim menjawab: ‘Ya.’ Maka (dengan serta-merta) Hajar mengatakan: ‘Kalau begitu Dia (Allah) tidak akan menyengsarakan kami.’ Kemudian Hajar kembali ke tempatnya semula.” 
(Lihat Shahih Al-Bukhari, no. 3364)
Dari kelanjutan kisah di atas, di sanalah nantinya muncul air zam-zam.
Maka, atas dasar itulah, seorang suami harus berupaya membina istrinya dan menjaganya dari adzab api neraka. Demikian pula sang istri, hendaknya mendukung segala amal shalih yang dilakukan suaminya, serta mengingatkannya bila terjatuh dalam kemungkaran.
Dan apakah kita tahu, siapa wanita pertama yang memakai abaya? Itulah 'Hajar'. Istri Nabi Ibrohim alayhi salam. Ibunda dari Nabi Ismail alayhi salam.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Nabi shollallohu alayhi wasallam bersabda,
"Perempuan pertama yang memakai abaya adalah Ibu Ismail (Hajar) untuk menyembunyikan kandungannya dari Sarah. Ibrahim membawanya ketika ia masih menyusui anaknya, Ismail, kesebuah pohon disekitar Zam-zam, tempat paling tinggi disekeliling masjid...."
(HR. Bukhori)
Demikianlah dedikasi seorang suami, yang senantiasa mendakwah keluarganya. Agar selalu membina kehidupan rumah tangga di atas ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.
C. Teladan bagi Seorang Anak
Beliau alayhi salam senantiasa berbakti kepada orangtunya, dengan menuntun ke jalan hidayah. Hal ini diisyaratkan dalam ayat,
“Ingatlah ketika ia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya: ‘Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tiada dapat mendengar, tiada pula dapat melihat dan menolongmu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian dari ilmu yang tidak datang kepadamu. Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka kepada Allah Dzat Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa engkau akan ditimpa adzab dari Allah Dzat Yang Maha Pemurah, maka engkau akan menjadi kawan bagi setan.” 
(Maryam: 42-45)
Bahkan Nabi Ibrohim mendoakan bapaknya,
“Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Rabbku, sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” 
(Maryam: 47)
Demikianlah seyogianya seorang anak kepada orangtuanya, selalu berupaya memberikan yang terbaik di masa hidupnya serta selalu mendoakannya di masa hidup dan juga sepeninggalnya.
D. Teladan bagi Seorang Dai
Hal ini dipaparkan dalam ayat,
“(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya: ‘Patung patung apakah ini yang kalian tekun beribadah kepadanya?’ Mereka menjawab: ‘Kami mendapati bapak bapak kami menyembahnya.’ Ibrahim berkata: ‘Sesungguhnya kalian dan bapak-bapak kalian berada dalam kesesatan yang nyata.’ Mereka menjawab: ‘Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?’ Ibrahim berkata: ‘Sebenarnya Rabb kalian adalah Rabb langit dan bumi, Yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang bisa memberikan bukti atas yang demikian itu. Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala berhala kalian sesudah kalian pergi meninggalkannya.’ Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berkeping-keping kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.” 
(Al-Anbiya`: 52-58)
Nabi Ibrahim ‘alaihis sallam adalah dai yang mengembara dalam medan dakwah dengan berbekal semangat keilmuan yang tinggi. Ia hadapi bapaknya dan kaumnya dengan hujjah-hujjah yang akurat dan tak terbantahkan. Dengan semangat keilmuan itu pula ia berhadapan langsung dengan sang penguasa tiran yang kekejian dan watak kesewenang-wenangannya, serta kekuatan yang dalam pada genggamannya telah menciutkan nyali setiap orang.
Namun Ibrahim ‘alaihis sallam tak sejengkalpun surut selangkah. Dihadapinya Namrud, si tiran besar itu, seorang diri! Semangatnya yang tinggi, ketegarannya yang sekeras granit, dan keyakinannya yang teguh telah membuat rasa takut menghadapi resiko, menyingkir jauh.
Demikian pula halnya yang dilakukan oleh Ibrahim ‘alaihis sallam, yang berhati sabar, bijaksana lagi lurus dalam bertindak, disamping sebagai pahlawan yang keberaniannya sulit
dicari bandingannya.
Maka ini pelajaran mahal bagi setiap dai agar meneladani Nabi Ibrohim alayhi salam.
Semoga Alloh subhanahu wa ta'ala memberi taufik kepada kita semua....[]
(Rujukan: Al-Ustadz Abu Harun Fadhli -hafidzahulloh-)

--Tanwirussunnah, 15 Rajab 1435 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar