Kiprah Nabi Ibrohim, Siapa Mau
Teladani?
(Sosok Ayah, Suami, Anak, dan Da'i)
(Sosok Ayah, Suami, Anak, dan Da'i)
NABI Ibrohim -alayhi salam- adalah seorang nabi yang memiliki
sifat-sifat mulia. Apa itu?
1. Hanif
Sifat utama dari keteladanan Nabi Ibrahim alayhi salam, adalah
seorang yang hanif, tunduk dan patuh kepada Allah, dan prosesnya tidak
tiba-tiba terjadi utuk menjadi seorang yang hanif, dalam QS 6 : 74.
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar,
“Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya
aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”.
2. Jauh dari Kesyirikan
Sifat utama yang lain dari keteladanan Nabi Ibrahim alayhi
salam, adalah tidak
termasuk orang-orang yang musyrik, dalam QS 6 : 74.
termasuk orang-orang yang musyrik, dalam QS 6 : 74.
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar,
“Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya
aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”.
3 . Teladan
Nabi Ibrahim disebut dengan Abul Anbiya (bapaknya para nabi).
Atau dalam kata lain 'leadership'. Tidaklah seorang nabi setelah Nabi Ibrahim
kecuali semuanya berasal dari keturunan Beliau. Perjalanan hidupnya selalu
berpijak di atas kebenaran dan tak pernah meninggalkannya. Punya hujjah yang
kuat dalam mengemban amanah dari Alloh subhanahu wa ta'ala. Nabi Ibrahim
disebut juga seorang Imam karena beliau menjadi teladan bagi kita semua.
Sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan
teladan lagi patuh kepada Allah dan selalu berpegang kepada kebenaran serta tak
pernah meninggalkannya (hanif). Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
orang-orang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia pun selalu
mensyukuri nikmat-nikmat Allah.”
(An-Nahl: 120-121)
(An-Nahl: 120-121)
Diantara keteladanan beliau -alayhi salam- adalah:
A. Teladan Bagi Seorang Ayah
Nabi Ibrahim berhasil mendidik putranya Ismail menjadi anak yang
sholeh dan penuh ketaatan.
Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman,
“Maka tatkala anak itu (Ismail) telah sampai (pada umur sanggup)
untuk berusaha bersama- sama Ibrahim, berkatalah Ibrahim: ‘Hai anakku,
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah
apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Hai bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan
kepadamu, insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.’
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim telah membaringkan anaknya
atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: ‘Hai
Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu,’ sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya
ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di
kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) ‘Kesejahteraan dilimpahkan
atas Ibrahim’.”
(Ash-Shaffat: 102-109)
(Ash-Shaffat: 102-109)
Darimana keyakinan ketawakkalan anak Nabi Ibrohim -alayhi salam-
yang berani mengatakan, "Hai bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan
kepadamu, insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar"?
Siapa lagi kalau bukan didikan ayahnya? Maka ini pelajaran mahal
bagi setiap orangtua agar menjadikan anak-anak kita sebagai anak yang
bertawakkal kepada Alloh subhanahu wa ta'ala.
B. Teladan bagi Seorang Suami
Nabi Ibrohim adalah sosok yang senantiasa mendidik istrinya agar
bertawakkal kepada Alloh subhanahu wa ta'ala. Hal ini tercermin dari dialog
antara Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan istrinya yang bernama Hajar, ketika
Nabi Ibrahim membawanya beserta anaknya ke kota Makkah (yang masih tandus dan
belum berpenghuni) atas perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
beliau berkata:
“Kemudian Ibrahim membawa Hajar dan sang putra Ismail –dalam
usia susuan– menuju Makkah dan ditempatkan di dekat pohon besar, di atas
(bakal/calon) sumur Zamzam di lokasi (bakal) Masjidil Haram. Ketika itu Makkah
belum berpenghuni dan tidak memiliki sumber air. Maka Ibrahim menyiapkan satu
bungkus kurma dan satu qirbah/kantong air, kemudian ditinggallah keduanya oleh
Ibrahim di tempat tersebut. Hajar, ibu Ismail pun mengikutinya seraya
mengatakan: ‘Wahai Ibrahim, hendak pergi kemana engkau, apakah engkau akan
meninggalkan kami di lembah yang tak berpenghuni ini?’ Dia ulang kata-kata
tersebut, namun Ibrahim tidak menoleh kepadanya. Hingga berkatalah Hajar:
‘Apakah Allah yang memerintahkanmu berbuat seperti ini?’ Ibrahim menjawab:
‘Ya.’ Maka (dengan serta-merta) Hajar mengatakan: ‘Kalau begitu Dia (Allah)
tidak akan menyengsarakan kami.’ Kemudian Hajar kembali ke tempatnya semula.”
(Lihat Shahih Al-Bukhari, no. 3364)
(Lihat Shahih Al-Bukhari, no. 3364)
Dari kelanjutan kisah di atas, di sanalah nantinya muncul air
zam-zam.
Maka, atas dasar itulah, seorang suami harus berupaya membina
istrinya dan menjaganya dari adzab api neraka. Demikian pula sang istri,
hendaknya mendukung segala amal shalih yang dilakukan suaminya, serta
mengingatkannya bila terjatuh dalam kemungkaran.
Dan apakah kita tahu, siapa wanita pertama yang memakai abaya?
Itulah 'Hajar'. Istri Nabi Ibrohim alayhi salam. Ibunda dari Nabi Ismail alayhi
salam.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Nabi shollallohu alayhi
wasallam bersabda,
"Perempuan pertama yang memakai abaya adalah Ibu Ismail
(Hajar) untuk menyembunyikan kandungannya dari Sarah. Ibrahim membawanya ketika
ia masih menyusui anaknya, Ismail, kesebuah pohon disekitar Zam-zam, tempat
paling tinggi disekeliling masjid...."
(HR. Bukhori)
(HR. Bukhori)
Demikianlah dedikasi seorang suami, yang senantiasa mendakwah
keluarganya. Agar selalu membina kehidupan rumah tangga di atas ridha Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
C. Teladan bagi Seorang Anak
Beliau alayhi salam senantiasa berbakti kepada orangtunya,
dengan menuntun ke jalan hidayah. Hal ini diisyaratkan dalam ayat,
“Ingatlah ketika ia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya: ‘Wahai
bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tiada dapat mendengar, tiada
pula dapat melihat dan menolongmu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah
datang kepadaku sebagian dari ilmu yang tidak datang kepadamu. Maka ikutilah
aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku,
janganlah menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka kepada Allah Dzat
Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa engkau akan
ditimpa adzab dari Allah Dzat Yang Maha Pemurah, maka engkau akan menjadi kawan
bagi setan.”
(Maryam: 42-45)
(Maryam: 42-45)
Bahkan Nabi Ibrohim mendoakan bapaknya,
“Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan
ampun bagimu kepada Rabbku, sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.”
(Maryam: 47)
(Maryam: 47)
Demikianlah seyogianya seorang anak kepada orangtuanya, selalu
berupaya memberikan yang terbaik di masa hidupnya serta selalu mendoakannya di
masa hidup dan juga sepeninggalnya.
D. Teladan bagi Seorang Dai
Hal ini dipaparkan dalam ayat,
“(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya:
‘Patung patung apakah ini yang kalian tekun beribadah kepadanya?’ Mereka
menjawab: ‘Kami mendapati bapak bapak kami menyembahnya.’ Ibrahim berkata:
‘Sesungguhnya kalian dan bapak-bapak kalian berada dalam kesesatan yang nyata.’
Mereka menjawab: ‘Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah
kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?’ Ibrahim berkata: ‘Sebenarnya Rabb
kalian adalah Rabb langit dan bumi, Yang telah menciptakannya; dan aku termasuk
orang-orang yang bisa memberikan bukti atas yang demikian itu. Demi Allah,
sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala berhala kalian
sesudah kalian pergi meninggalkannya.’ Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu
hancur berkeping-keping kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang
lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.”
(Al-Anbiya`: 52-58)
(Al-Anbiya`: 52-58)
Nabi Ibrahim ‘alaihis sallam adalah dai yang mengembara dalam medan
dakwah dengan berbekal semangat keilmuan yang tinggi. Ia hadapi bapaknya dan
kaumnya dengan hujjah-hujjah yang akurat dan tak terbantahkan. Dengan semangat
keilmuan itu pula ia berhadapan langsung dengan sang penguasa tiran yang
kekejian dan watak kesewenang-wenangannya, serta kekuatan yang dalam pada
genggamannya telah menciutkan nyali setiap orang.
Namun Ibrahim ‘alaihis sallam tak sejengkalpun surut selangkah.
Dihadapinya Namrud, si tiran besar itu, seorang diri! Semangatnya yang tinggi,
ketegarannya yang sekeras granit, dan keyakinannya yang teguh telah membuat
rasa takut menghadapi resiko, menyingkir jauh.
Demikian pula halnya yang dilakukan oleh Ibrahim ‘alaihis
sallam, yang berhati sabar, bijaksana lagi lurus dalam bertindak, disamping
sebagai pahlawan yang keberaniannya sulit
dicari bandingannya.
dicari bandingannya.
Maka ini pelajaran mahal bagi setiap dai agar meneladani Nabi
Ibrohim alayhi salam.
Semoga Alloh subhanahu wa ta'ala memberi taufik kepada kita
semua....[]
(Rujukan: Al-Ustadz Abu Harun Fadhli -hafidzahulloh-)
--Tanwirussunnah,
15 Rajab 1435 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar