Sabtu, September 27, 2014

Menikah di Usia Muda



Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam dan satu-satunya layak untuk disembah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Menunda-nunda menikah bisa merugi. Berikut penjelasan yang bagus dari ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan -hafizhohullah-  yang kami kutip dari Web Sahab.net (arabic).
[Faedah pertama: Hati semakin tenang dan sejuk dengan adanya istri dan anak]
Di antara faedah segera menikah adalah lebih mudah menghasilkan anak yang dapat menyejukkan jiwa. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Furqon: 74)
Istri dan anak adalah penyejuk hati. Oleh karena itu, Allah -subhanahu wa ta’ala- menjanjikan dan mengabarkan bahwa menikah dapat membuat jiwa semakin tentram. Dengan menikah seorang pemuda akan merasakan ketenangan, oleh karenanya ia pun bersegera untuk menikah.
هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Furqon: 74)
Demikian pula dengan anak. Allah pun mengabarkan bahwa anak adalah separuh dari perhiasan dunia sebagaimana firman-Nya,
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. ” (QS. Al Kahfi: 46)
Anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Setiap manusia pasti  menginginkan perhiasan yang menyejukkan pandangan. Sebagaimana manusia pun begitu suka mencari harta, ia pun senang jika mendapatkan anak. Karena anak sama halnya dengan harta dunia, yaitu sebagai perhiasan kehidupan dunia. Inilah faedah memiliki anak dalam kehidupan dunia.
Sedangkan untuk kehidupan akhirat, anak yang sholih akan terus memberikan manfaat kepada kedua orang tuanya, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : علم ينتفع به ، أو صدقة جارية ، أو ولد صالح يدعو له
Jika manusia itu mati, maka amalannya akan terputus kecuali tiga perkara: [1] ilmu yang bermanfaat, [2] sedekah jariyah, dan [3] anak sholih yang selalu mendoakannya.”[1]
Hal ini menunjukkan bahwa anak  memberikan faedah yang besar dalam kehidupan dunia dan nanti setelah kematian.
[Faedah kedua: Bersegera nikah akan mudah memperbanyak umat ini]
Faedah lainnya, bersegera menikah juga lebih mudah memperbanyak anak, sehingga umat Islam pun akan bertambah banyak. Oleh karena itu, setiap manusia dituntut untuk bekerjasama dalam nikah membentuk masyarakat Islami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تزوجوا فإني مكاثر بكم يوم القيامة
Menikahlah kalian. Karena aku begitu bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat.[2] Atau sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Intinya, bersegera menikah memiliki manfaat dan dampak yang luar biasa. Namun ketika saya memaparkan hal ini kepada para pemuda, ada beberapa rintangan yang muncul di tengah-tengah mereka.
Rintangan pertama:
Ada yang mengutarakan bahwa nikah di usia muda akan membuat lalai dari mendapatkan ilmu dan menyulitkan dalam belajar. Ketahuilah, rintangan semacam ini tidak senyatanya benar. Yang ada pada  bahkan sebaliknya. Karena bersegera menikah memiliki keistimewaan sebagaimana yang kami utarakan yaitu orang yang segera menikah akan lebih mudah merasa ketenangan jiwa. Adanya ketenangan semacam ini dan mendapatkan penyejuk jiwa dari anak maupun istri dapat lebih menolong seseorang untuk mendapatkan ilmu. Jika jiwa dan pikirannya telah tenang karena istri dan anaknya di sampingnya, maka ia akan semakin mudah untuk mendapatkan ilmu.
Adapun seseorang yang belum menikah, maka pada hakikatnya dirinya terus terhalangi untuk mendapatkan ilmu. Jika pikiran dan jiwa masih terus merasakan was-was, maka ia pun sulit mendapatkan ilmu. Namun jika ia bersegera menikah, lalu jiwanya tenang,  maka ini akan lebih akan menolongnya. Inilah yang memudahkan seseorang dalam belajar dan tidak seperti yang dinyatakan oleh segelintir orang.
Rintangan kedua:
Ada yang mengatakan bahwa nikah di usia muda dapat membebani seorang pemuda dalam mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Rintangan ini pun tidak selamanya bisa diterima. Karena yang namanya pernikahan akan senantiasa membawa keberkahan (bertambahnya kebaikan) dan akan membawa pada  kebaikan. Menjalani nikah berarti melakukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan seperti ini adalah suatu kebaikan. Seorang pemuda yang menikah berarti telah menjalankan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia pun mencari janji kebaikan dan membenarkan niatnya, maka inilah yang sebab datangnya kebaikan untuknya. Ingatlah, semua rizki itu di tangan Allah sebagaimana firman-Nya,
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (QS. Hud: 6)
Jika engkau menjalani nikah, maka Allah akan memudahkan rizki untuk dirimu dan anak-anakmu. Allah Ta’ala berfirman,
نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al An’am: 151)
Oleh karenanya ,yang namanya menikah tidaklah membebani seorang pemuda sebagaimana anggapan bahwa menikah dapat membebani seorang pemuda di luar kemampuannya. Ini tidaklah benar. Karena dengan menikah akan semakin mudah mendapatkan kebaikan dan keberkahan. Menikah adalah ketetapan Allah untuk manusia yang seharusnya mereka jalani. Ia bukan semata-mata khayalan. Menikah termasuk salah pintu mendatangkan kebaikan bagi siapa yang benar niatnya.
Semoga Allah memudahkan para pemuda untuk mewujudkan hal ini dengan tetap mempertimbangkan maslahat dan mudhorot (bahaya). Jika ingin segera menikah dan sudah merasa mampu dalam menafkahi istri, maka lobilah orang tua dengan cara yang baik. Semoga Allah mudahkan.

Selasa, September 23, 2014

Membantah Syubhat: Kita Tidak Boleh Masuk Masalah Tahdzir Karena Kita Baru Belajar

Asy-Syaikh Muhammad bin Hady Al-Madkhaly hafizhahullah


Ini juga ada yang mengatakan yang sama yaitu silsilah syubhat “Kita tidak boleh masuk pada masalah-masalah tahdzir karena kita baru belajar dan tidak akan bisa memahaminya dan kita serahkan semuanya kepada ulama.”
Baiklah, para ulama memperingatkanmu. Para ulamalah yang memperingatkan dirimu, karena engkau baru belajar dan tidak bisa memahami bantahan-bantahan ini. Jika memang engkau baru belajar dan tidak bisa memahami, maka wahai anakku, cukup bagimu perkataan ulama: “Ini baik, maka kerjakanlah. Ini orang yang baik dan di atas As-Sunnah, maka hendaknya engkau selalu dekat bersamanya. Sedangkan yang ini adalah keburukan dan bid’ah, maka waspadailah. Dan ini adalah orang yang buruk dan suka berbuat bid’ah, maka waspadailah dia!”
Jadi para ulama memperingatkan dirimu karena engkau baru belajar sehingga engkau belum bisa memahami ucapan-ucapan yang menipu yang ditujukan kepadamu. Jadi memperingatkan kaum Muslimin yang masih awam yang tidak bisa memahami, caranya adalah dengan menyampaikan kepada mereka perkataan yang ringkas. Karena ini termasuk bentuk nasehat bagi Allah, bagi Kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, dan bagi para pemimpin kaum Muslimin dan bagi mereka secara umum. Dan engkau termasuk salah satu dari mereka.
JADI MEMPERINGATKAN ORANG YANG BARU BELAJAR ADALAH PERKARA YANG BENAR, tetapi engkau jangan masuk pada masalah-masalah bantahan! Yaitu dengan engkau menyangka bisa menulis dan memaparkan bantahan. Karena engkau tidak tahu perkara-perkara semacam ini. Kewajibanmu dalam masalah seperti ini adalah mengikuti para ulama yang ahli dalam bidangnya. Jadi ikutilah ucapan mereka, yaitu para ulama Ahlus Sunnah.
Ahmad rahimahullah berkata:
مِنْ فَضْلِ اللهِ عَلَى الْحَدَثِ وَالْأَعْجَمِيِّ إِذَا أَسْلَمَ أَنْ يُوَفِّقَهُ اللهُ لِصَاحِبِ السُّنَّةِ.
“Termasuk karunia Allah terhadap anak muda dan orang kafir yang baru masuk Islam adalah dengan memberinya taufik untuk mendapatkan orang yang membimbingnya dari Ahlus Sunnah.”  (Yang semisal perkataan ini juga diriwayatkan dari Ayyub As-Sikhtayany. Lihat: Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah, terbitan Daar Thayyibah, I/66 no. 30 –pent)
Jadi seorang Ahlus Sunnah akan menunjukkan dan membimbingmu serta mengarahkanmu. Karena seorang pengajar yang suka memberi nasehat seperti inilah jalannya.  فَمَا حَوَى الْغَايَةَ فِيْ أَلْفِ سَنَةٍ — شَخْصٌ فَخُذْ مِنْ كُلِّ فَنٍّ أَحْسَنَه بِحِفْظِ مَتْنٍ جَامِعٍ لِلْرَّاجِحِ — تَأْخُذُهُ عَلَى مُفِيْدٍ نَاصِحٍ
Seseorang tidak akan bisa mencampai puncak ilmu walaupun seratus tahun lamanya
Karena itulah maka ambillah yang terbaik dari setiap bidang ilmu
Yaitu dengan cara menghafal matan yang mengumpulkan pendapat yang lebih kuat
Pelajarilah dengan bimbingan seorang yang memberi faedah dan suka menasehati
Seorang “mufid” pada syair di atas adalah orang yang memiliki ilmu dan bisa memberi faedah kepadamu, dan dia juga harus seorang yang suka memberi nasehat. Jika dia melihatmu menuju penyimpangan atau kebengkokan maka dia akan menasehatimu. ADAPUN ORANG YANG CUMA MENGAJARI TETAPI TIDAK MENASEHATI, MAKA ORANG YANG SEMACAM INI DIA BUKAN YANG MENGINGINKAN KEBAIKAN BAGIMU DAN DIA TIDAK PANTAS UNTUK MENGAJAR.
وَلَكِنْ كُوْنُوْا كُوْنُوْا رَبَّانِيِّيْنَ.
“Tetapi hendaklah kalian menjadi rabbani.” (QS. Ali Imran: 79)
(Ibnu Abbas berkata: Ada yang mengatakan: seorang rabbani adalah yang mendidik manusia dengan ilmu-ilmu yang ringan sebelum ilmu-ilmu yang berat.” Lihat: Fathul Bary terbitan Daarus Salam, I/213 –pent)
Seorang pengajar kedudukannya seperti orang tua, sedangkan sifat orang tua adalah menyayangi anaknya. Dan Nabi shallallahu alaihi was sallam bersabda:
إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الْوَالِدِ.
“Sesungguhnya aku bagi kalian kedudukannya adalah seperti orang tua.”
Seperti yang pernah saya katakan kepada kalian pada hadits Abu Dawud, walaupun sanadnya diperselisihkan.
Kelanjutan hadits tersebut:
فَإِذَا ذَهَبَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْغَائِظِ فَلْيَذْهَبْ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ فَإِنَّهَا تُجْزِئُ عَنْهُ أَوْ تُجْزِئُهُ.
“Jika salah seorang dari kalian ingin buang air besar maka hendaknya dia membawa 3 buah batu, karena hal itu mencukupinya.” (Lihat: Shahih Sunan Abu Dawud no. 6 –pent)
Hadits ini memiliki syawahid, hanya saja lafadz “orang tua” tetap ada, walaupun sanadnya diperselisihkan.
Yang menjadi dalil di sini adalah bahwa seorang pengajar tugasnya adalah mengajari dan mendidik serta menasehati murid-muridnya untuk melakukan kebaikan yang dia ketahui untuk mereka. Dan ini adalah jalan yang ditempuh oleh Nabi shallallahu alaihi was sallam.
إِنَّهُ مَا مِنْ نَبِيٍّ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ إِلَّا كَانَ عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ، وَيُحَذِرَهُمْ مِنْ شَرِّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ.
“Sesungguhnya tidak seorang nabi pun kecuali wajib atasnya untuk menunjukkan umatnya kepada kebaikan yang dia ketahui untuk mereka, dan memperingatkan mereka dari keburukan yang dia ketahui.”  (Lihat: Shahih Muslim no. 1844 –pent)
Sedangkan para ulama adalah pewaris para nabi, mereka menunjukkan manusia kepada kebaikan yang mereka ketahui serta memperingatkan manusia dari keburukan yang mereka ketahui juga demi kebaikan untuk mereka.
Mungkin kita cukupkan di sini untuk membantah syubhat ini. Hanya Allah saja yang memberikan taufik.

Kamis, September 11, 2014

Masih Maukah Kita

MATIKAN TELEVISIMU, DAN BAKARLAH FOTO-FOTO
~~~
Televisi dan video termasuk bala' yang kaum muslimin diuji dengannya melalui para musuh mereka dan padanya ada banyak dampak buruk yang hanya Allah jua mengetahuinya.
Diantara dampak buruk tersebut ialah:
-Terbukanya aurat, terbukanya aurat perempuan padanya, sedangkan Nabi bersabda:
"Saya tidak meninggalkan suatu fitnah yang lebih memudhorotkan bagi lelaki dibandingkan fitnah perempuan."
HR. Al-Bukhori.
-bermudah-mudahan memandang wajah lawan jenis melalui layar televisi.
Nabi telah memperingatkan dari pandangan di mana beliau bersabda kepada seorang sahabat didalam Shohih Muslim:
"Palingkan pandanganmu."
Bahkan Allah Ta'ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:
"Katakanlah kepada orang laki2 yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka."
QS. An-Nuur:30
inilah salahsatu keburukan diantara banyak keburukannya, yaitu keburukan memandang. Sedangkan pandangan masuk dalam sebab terbesar rusaknya qalbu.
Terkadang seorang wanita itu sholihah atau lelaki itu sholih namun disebabkan pandangan maka rusaklah hatinya.
Ulama bersyair:
Semua kecelakaan dimulai dari pandangan
Dan kebanyakan kebakaran sebabnya dari orang yang meremehkan keburukan
Betapa pandangan telah berakibat buruk terhadap qolbu pelakunya
Maka menjadi kewajiban setiap muslim yang merasa bertanggung jawab terhadap keluarga dan dirinya untk menjauhkan diri dari fitnah ini yang telah merusak bnyak manusia.
Sebagai perempuan muslimah yang berakal tidak akan suka kalau suaminya melihat dan hatinya terkena dampak memandang para gadis. Takkan lahir kebahagiaan antara suami istri selain jika istri ini taat kepadanya dan jauh dari memandang lelaki lain. Demikian pula suami sendiri jauh dari memandang perempuan lain.
Dampak buruk kedua adalah potret(fotografi). Sebagian da'i mengajak kepada Allah yang melakukan potret di atas mimbar2, padahal dia seorang yang bermaksiat kepada Rasulullah, dimana beliau telah memerintahkan Ali untuk tidak membiarkan ada kubur yang menyembul melainkan harus diratakan. Tidak pula gambar (makhluk bernyawa) melainkan harus dihapus.
Akan tetapi para da'i yang hatinya diliputi hawa nafsu datang kepada kita dng membawa fatwah bahwa dia membolehkan seseorang direkam dalam TV dan Video dalam rangka dakwah kepada Allah. Padahal tidaklah diserahkan kepada kita urusan agama Allah, sebagaimana dalam firman-Nya:
"Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah."
QS. Al-Anfal: 10
Kita tidak sanggup untuk mewujudkan sesuatu bagi dakwah kalau Allah tdk menghendakinya, sedangkan Allah tidak akan mewujudkan bagi kita sesuatupun selain jikalau kita istiqamah dan komitmen akan Sunnah Rasul.
Mari kita simak sabda Nabi ketika Beliau masuk ke rumah Aisyah di mana Aisyah telah menutup raknya dng kain yang padanya ada bnyak gambr lalu beliau enggan masuk, beliau bersabda:
"Wahai Aisyah, sesungguhnya manusia yang paling berat siksanya pada hari kiamat ialah orang-orang yg membuat gambar-gambar ini."
HR. Al-Bukhori.
Maka nasehatku kepada Ukhtifillah, jauhilah Televisi/Video dan potret karena perkara ini dapat menghantarkan diri kita kepada dosa kemaksiatan serta fitnah.
Wallahu A'lam

Senin, September 08, 2014

Dosa Besar

Bismillah...
Menjauhi dosa besar adalah Syarat Agar Dosa Kita Diampuni !!!!!""
---------------------------
MENJAUHI DOSA BESAR
Pertanyaan: Apakah dipersyaratkan harus menjauhi/tidak melakukan dosa besar untuk memperoleh janji penghapusan dosa?
Jawab:
Ya. Ini adalah kaidah agung yang disepakati oleh Ahlus Sunnah, yaitu bahwa janji Allah Subhanahu wa Ta’ala atau Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berupa ampunan, surga, atau keselamatan dari neraka, dikaitkan dengan menjauhi dosa besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar yang dilarang bagi kalian melakukannya niscaya Kami akan hapuskan kesalahan-kesalahan kalian dan Kami masukkan kalian ke dalam tempat masuk yang mulia.” (an-Nisa: 31)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan bahwa termasuk syarat masuk surga dan dihapuskan kesalahan-kesalahan adalah menjauhi dosa besar. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas menunjukkan, siapa yang tidak menjauhi dosa besar maka ia tidak akan beroleh janji yang disebutkan di ujung ayat yang merupakan kalimat jawab. Karena kalimat:
“Jika kalian menjauhi….”
merupakan syarat, sedangkan kalimat jawabnya adalah:
“Kami akan hapuskan kesalahan-kesalahan kalian….”
Ini adalah kaidah; kalimat jawab didatangkan berkaitan dengan kalimat syarat. Ketika didapatkan syarat, niscaya akan didapatkan pula jawab dan balasan. Kalau syarat tidak ada, maka tidak ada pula jawab/balasan.
Oleh karena itu, seorang mukmin wajib menjauhi dosa-dosa besar dan berhati-hati darinya. Demikian pula seorang mukminah.
Kabair atau dosa-dosa besar adalah maksiat yang besar yang disebutkan ancamannya, baik berupa laknat, kemurkaan, maupun api neraka; atau dosa yang disebutkan dalam nash ada hukum hadnya di dunia. Contoh dosa besar seperti zina, mencuri, durhaka kepada kedua orang tua, memutus hubungan rahim, riba, makan harta anak yatim, ghibah, namimah, mencela dan mencaci, serta yang lainnya. Yang wajib dilakukan adalah sangat berhati-hati dari dosa besar dan bertaubat dari dosa besar yang pernah dilakukan.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الصَّلَواتُ الْخَمْسُ إِلَى الصَّلَواتِ الْخَمْسِ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَالَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ
“Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at, dan Ramadhan ke Ramadhan, adalah penghapus dosa yang ada di antaranya, selama tidak dilakukan dosa besar.”
Dalam lafadz yang lain:
إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ
“Apabila dijauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya)
Hadits ini menunjukkan bahwa ibadah-ibadah yang besar tersebut akan dapat menghapuskan kesalahan-kesalahan selama dosa-dosa besar dijauhi.
Hadits ini sangat sesuai dengan ayat yang mulia. Tatkala suatu waktu Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan wudhu yang syar’i, beliau menyebutkan bahwa siapa yang berwudhu dengan sebaik-baiknya maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu selama pelakunya tidak tertimpa dosa membunuh, sementara membunuh adalah dosa besar.
Sepantasnyalah seorang mukmin dan mukminah bersungguh-sungguh mengerjakan kebaikan dan berlomba-lomba dalam beramal saleh, disertai sikap hati-hati dari kejelekan dan tidak melakukannya. Lebih-lebih lagi dosa besar, karena bahayanya besar jika Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memaafkan pelakunya. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa besar selain syirik bagi hamba yang dikehendaki-Nya, berdasar firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu dan Dia mengampuni dosa yang selainnya (di bawah dosa syirik) bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (an-Nisa: 48)

Kisah Santri Pendiam

Kisah Santri Pendiam yang Akhirnya Lolos ke Yaman Menuntut Ilmu
ABDURROHMAN Lembut, itulah sapaan yang melekat pada beliau saat mondok di Pesantren As-Sunnah, Makassar. Beliau termasuk pemuda yang giat dan semangat dalam menuntut ilmu.
Ana sendiri yang menjadi saksi beliau saat beliau masih awal-awal dalam belajar. Antusiasnya hadir di majelis ilmu, masya Alloh, tak pernah ketinggalan. Sambil duduk di bangku SMA, ia rajin ikut taklim.
Saat itu, sekitar tahun 2010, di Masjid Darul Falah Minasa Upa, Makassar, al-Ustadz Thoriq sering membuka taklim ba'da shubuh. Abdurrahman yang rumahnya agak jauh dari masjid ini, sebab beliau tinggal di Katangka, senantiasa mengikuti majelis.
Yang menarik perhatian, dan yang menjadi pembeda di antara ikhwa lainnya dengan Abdurrahman saat itu ialah beliau senantiasa mencatat. Ya, menulis.
Selalu saja di bawah sadel motor beliau ini menyisipkan buku khusus taklim dan pena. Subhanalloh!
Inilah yang menyebabkan sosok pendiam ini mendapat perhatian khusus oleh Ustadz Thoriq. Kadang ketika di majelis ilmu, jika Abdurrahman tak hadir, maka ustadz bertanya, "Mana Abdurrahman?"
Beliau senantiasa dicari oleh ustadz karena semangatnya dalam belajar, beliau kerap paling depan jika taklim. Dan juga satu hal yang menarik dari beliau, yakni senantiasa membantu dan menolong ikhwa jika ada kebutuhan.
Ketahuilah, Abdurrahman ini tak segan-segan memberikan pinjaman uang jika ada ikhwa yang sedang membutuhkan dana. Tak segan meminjamkan motornya jika ada ikhwa yang hajatnya mendesak. Tak segan menemani ikhwa pergi ke suatu tempat jika memang mau ditemani. Dan masih banyak lagi keutamaan beliau yang tak sulit disebutkan satu per satu.
Masya Alloh!
Dan ada kisah menarik yang pernah ana alami bersama beliau. Saat itu, tersiar kabar akan diadakan Tabligh Akbar di Jeneponto, Sulsel, terkait fenomena terorisme yang sedang menggurita. Saat itu, pematerinya adalah al-Ustadz Dzulqarnain -hafizhohulloh-. Maka Abdurrohman ini, yang kadang ana panggil adik, menelpon ana,
"Kak, mau ki' besok pergi tabligh akbar di Jeneponto?"
"Insya Alloh, dek!" jawab ana.
"Kalau begitu, besok saya jemput ki' di'!" tambah beliau.
Demikianlah kira-kira dialog si HP saat itu. Maka esok harinya kami berangkat dari Makassar - Jeneponto, kurang lebih 3 jam di atas kendaraan motor.
Masya Alloh. Beliau sangat semangat mengajak seseorang pada jalan kebaikan. Inilah salah satu memori yang ana ingat bersama Abdurrahman.
Setelah selesai SMA, beliau kuliah di Universitas Negeri Makassar (UNM), Jurusan Pendidikan Komputer.
Beberapa tahun kemudian, ana putus kontak dengannya karena ada kesibukan. Lalu, ana sempatkan untuk menghubunginya, ternyata ia -alhamdulillah- mondok di Pesantren as-Sunnah, Makaasar. Dan ia memutuskan untuk berhenti kuliah. Pilihan yang berani.
Saat itulah, ketika ana datang ke Pondok As-Sunnah, mencoba untuk menanyakan ihwal Abdurrahman. Ana bertanya pada salah seorang ikhwa,
"Assalamu alaykum. Mana Abdurrohman, Akhi?"
"Wa alaykum salam. Abdurrohman mana, Akhi? Di sini banyak yang bernama Abdurrohman!" jelas ikhwa tersebut.
"Yang pendiam!" ana beri klu.
"Oh. Abdurrohman Lembut. Itu ada di dalam masjid, Akhi." jawab sang ikhwa.
Saat itu ana senyum. Karena sudah ada peralihan nama beliau, dari Abdurrohman menjadi Abdurrohman Lembut. Masya Alloh. Ana lalu lekas ke dalam masjid. Allohu akbar. Beliau lagi-lagi mencatat dars.
Terakhir, kabar menggembirakan dari Abdurrohman, ialah beliau sudah di Yaman. Menuntut ilmu kepada para masyaikh.
Kabar terakhir dari al-Ustadz Musaddad -hafizhohulloh, Akh Abdurrouman sekarang belajar kepada Syaikh Ahmad bin Tsabit al-Wushoby -hafizhohulloh-, Ma’had Darul Hadits Dhamar, Yaman.
Allohu akbar!
Semoga apa yang beliau pelajari dari para masyaikh hari ini, bermanfaat nantinya bagi kaum muslimin.
***
Mutiara Kisah:
1. Mengenal sosok Abdurrahman Lembut.
2. Penuntut ilmu harus semangat.
3. Senantiasa mencatat saat taklim.
4. Duduk paling depan saat taklim.
5. Keutamaan membantu kaum muslimin.
6. Mengutamakan ilmu agama.
7. Keutamaan belajar kepada para ulama.
8. Rezki penuntut ilmu datang dari arah yang tidak disangka-sangka.
9. Cita-cita penuntut ilmu harus tinggi.
10. Guru hendaknya perhatian jika muridnya tak hadir.
Semoga Alloh azza wa jalla memberi taufik kepada kita semua....[]
(Abu Hanin)
13 Dzulqa'dah 1435 H

Nasehat Ku

Ustadz Luqman:
Jangan Membalas Celaan Orang yang Mencela Kita
SANGAT menarik apa yang dipaparkan dalam Khutbah al-Ustadz Luqman -hafizhohulloh- pada tanggal 5 September 2014. Beliau mengupas fenomena belakangan ini terkait maraknya saling cela-mencela, yang mana jika pihak satu mencela, maka pihak yang lain ikut membalas. Akhirnya, kondisi semakin semrawutan.
Beliau mengitup sebuah hadits dalam khutbahnya,
"Dari Jabir bin Salim. radhiyallahu'anhu-, Rasulullahu shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
'Apabila seseorang mencaci dan mencelamu dengan aib yang yang ada padamu, jangan engkau balas pula mencelanya dengan aib yang ada padanya, karena dosanya akan dia tanggung.'
(HR. Abu Dawud, dinyatakan hasan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Shahihul Musnad 1/144)"
Al-Ustadz Luqman kemudian berpesan,
"Maka janganlah kita saling mencela, yang apabila orang lain mencela kita, maka jangan kita membalasnya. Karena hal itu akan memperparah keadaan."
Masya Alloh!
Pesan yang amat sarat makna. Yang mana kalau kita perhatikan kondisi hari ini, sebagian kaum muslimin malah jauh dari keindahan akhlak. Mereka malah saling berpecah dan saling mencela. Lisan mereka kadang lebih tajam dari lisan orang awam. Bibir mereka lebih lempem, sehingga dengan mudah 'bicara kotor'
Astagfirulloh!
Mari kita menjadi hamba yang terjaga lisannya. Karena dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau mengabarkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Seorang mukmin itu bukanlah orang yang suka mencela , suka melaknat, suka berkata keji, dan suka berkata kotor .”
(HR. At-Tirmidzi no.1977, dinyatakan shohih oleh Al-Imam Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Dimana hari ini seorang hamba yang bisa menahan lisannya dari hal-hal yang buruk?
Dimana hari ini hamba yang lisannya jauh dari 'ad hominem' (menyerang pribadi seseorang)?
Olehnya itu, mari kita bersabar atas celaan itu. Insya Alloh ini membuahkan keberkahan. Dan mari kita menyibukkan diri pada perkara yang mestinya kita sibuk dengannya.
Al-Ustadz Luqman menambahkan pada khutbah selanjutnya,
"Maka hendaknya seorang pendidik, ia istiqomah dengan mendidik santri-santrinya. Karena apabila ia telah menunjukkan jalan lurus pada santrinya, itu juga pahala. Tidak usah sibuk dengan santri orang lain. Apalagi ia sibuk dengan fitnah-fitnah yang muncul di luar.
Seorang pekerja, ia pun hendaknya istiqomah dengan pekerjaannya, karena ia telah diamanahkan untuk bekerja. Tidak usah sibuk mengurusi pekerjaan orang lain.
Seorang kepala rumah tangga, hendaknya ia istiqomah mendidik istri dan anak-anaknya. Tidak usah ia menyibukkan diri dengan perkara rumah tangga orang lain. Apalagi membahas fitnah.
Maka mari kita menyibukkan diri pada hal-hal yang bermanfaat. Khususnya pada perkara apa yang menjadi tanggungan kita."
Allohu Akbar!
Karena itulah, mari kita kembali menginsyafi diri kita yang dhoif ini. Sehingga kita sibuk pada hal-hal yang bisa menambah ketakwaan kita kepada Alloh azza wa jalla.
Semoga apa yang sampaikan oleh al-Ustadz Luqman Jamal, Lc. dalam khutbah beliau di Ponpes Tanwirussunnah, Kab. Gowa, ini memberikan faedah kepada kita semua.
Dan semoga Alloh azza wa jalla memberi taufik kepada kita semua....[]
*Khutbah Jum'at Disadur Secara Makna
(Abu Hanin)
12 Dzulqo'dah 1435 H

Kamis, September 04, 2014

Mendidik

Abu Muhammad Bertanya pada Anak-Anaknya, "Apa yang Kalian Bahas, Nak? Masalah Masa Depan atau Masa Lalu?"
SUATU saat Abu Muhammad, yang merupakan seorang guru di sebuah pondok pesantren mendatangi murid-muridnya yang sedang berkumpul di sebuah saung.
Setelah memberi salam dan murid-muridnya menjawab, Abu Muhammad bertanya,
"Apa yang kalian bahas, Nak? Masalah masa depan atau masa lalu?"
"Masalah masa depan, Ustadz!" jawab para santri.
"Oh... Ustadz kira membahas masa lalu.karena jika masa lalu yang dibahas akan melahirkan rasa galau tapi kalau masa depan yang dibahas, ini baru bagus!"
Akhirnya, sang ustadz bersatu dengan mereka, saling membicarakan masalah masa depan, sang ustadz membesarkan hati mereka agar mengejar impian, dan mendidik mereka agar memahami tauhid saat itu.
Saat itu, para santri sangat antusias mendengarkan paparan ustadznya, diantara mereka ada yang bertanya dan diantara mereka ada yang curhat.Suasana malam itu sangat cair, bersahabat, sehingga momentum saat itu bagaikan sahabat dengan Sahabat.tak ada diskriminasi.
Subhanalloh.
Mari kita belajar dari kisah ini, buat para pendidik, baik guru maupun orang tua agar bersemangat terhadap pembenahan akhlak, ilmu, tauhid, anak-anak kita. Bergabunglah bersama mereka, masuki dunianya agar mereka merasa diperlukan.
Jangan memberi sekat, sehingga masing-masing sibuk dengan dunia sendiri. Ketahuilah, kelak kita akan tua dan anak-anak beranjak dewasa, sehingga mereka layak kita harapkan untuk memperjuangkan agama islam ini. Maka, ambil andillah dalam proses pendewasaan mereka.
Lihatlah pendidikan Abu ‘Ashim kepada anaknya, di saat beliau bercerita,
“Saya pergi bersama anak saya yang berumur kurang dari 3 tahun kepada Ibnu Juraji supaya beliau menceritakan kepada anak saya ini tentang hadits dan al-Qur’an.”
Beliau berkata lagi, “Tidak mengapa anak seumur itu untuk diajari al Qur’an dan al- Hadits.”
(Lihat Manhaj at-Tarbiyah an Nabawiyah lil ath-Thifli hal. 113)
Masya Alloh!
Inilah contoh pendidikan para salafiyyun dalam mendidik anak-anak mereka.
Dan sebuah keutamaan yang amat besar bagi para guru atau orangtua apabila bisa menunjukkan jalan kebenaran pada anak-anaknya, Rosululloh shollallohu alayhi wasalam bersabda,
“Demi Alloh, bahwa petunjuk yang diberikan Alloh kepada seseorang melalui kamu lebih baik bagimu dari pada unta merah (kekayaan yang banyak).”
(HR.Bukhari dan Muslim)
Dan juga merupakan kabar gembira bagi guru dan para orang tua, sabda Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam berikut ini,
“Jika seseorang mati maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo’akannya.”
(HR. Muslim)
Olehnya itu, mari kita belajar dari kisah Abu Muhammad ini, ditengah waktu istirahatnya beliau menyempatkan mendidik generasi Islam.
Semoga Alloh memberi taufik kepada kita semua...

Pilih Istri

Pilih Istri dari Luar atau Sekampung?

MENENTUKAN asal daerah pilihan calon istri itu kadang penting buat masa depan. Sebab, berangkat dari pilihan tersebut ada nilai positif dan ada nilai negatifnya. Anda boleh memilih calon pasangan dari luar negeri, luar pulau, luar kota, atau sesama kampung. Yang jelas, Anda sudah memikirkan matang-matang, dewasa, dan sudah mengetahui positif dan negatifnya.

Yang jadi masalah, jika Anda tidak mau menikah, sementara usia sudah semakin tinggi. Nah!

Oleh karena itu, pada tulisan kali ini, sedikit memberikan masukan bagi yang sudah siap menikah.

Ana pernah mendengar, ada pria Indonesia yang menikah dengan wanita Palestina, ada pria Makassar menikah dengan wanita asal Balikpapan, dan ada juga pria Makassar menikahi wanita Makassar juga.

Pertanyaannya, yang manakah pernikahan yang paling afdhol?

Tidak bisa dijawab!

Karena soal yang benar adalah: seberapa pahamkah kita kandungan maslahat dan mafsahadah terhadap keputusan tersebut?

Sekali lagi, kita menikah bukan karena ikut-ikutan budaya orang lain, tapi berdasarkan karena ilmu agama.

Namun kesempatan kali ini, ana sedikit memberi masukan kepada Anda, bukan paksaan. Saran ana adalah pilihlah istri sesama daerah, misalnya Anda orang Makassar, carilah pasangan yang juga dari Makassar.

Beberapa hal positif yang bisa dipetik:

1. Kesempatan silaturrahmi dengan orangtua dan mertua lebih dekat. Atau sebaliknya.

2. Kesempatan orangtua mengunjungi mertua atau sebaliknya lebih mudah.

3. Jika orangtua atau mertua lagi ada masalah seperti sakit mudah dijenguk.

4. Kesempatan mengajak orangtua atau mertua ke majelis ilmu, lebih gampang.

5. Kesempatan mendakwahi orangtua, adik, kakak, lebih mulus.

6. Yang pastinya tidak perlu mudik jika ada momentum.

7. Jika punya anak, kakek dan neneknya lebih mudah menjenguk cucunya.

8. Urf (kebiasaan) istri dan urf Anda bisa saling memahami. Karena satu zona. Kadang dengan perbedaan urf, biasanya timbul masalah dalam rumah tangga. Maka dengan adanya keseragaman, insya Alloh bisa saling bertoleransi.

9. Terakhir, agar orangtua dan mertua lebih mudah mengontrol biduk rumahtangga anaknya.

Inilah sedikit informasi tambahan seputar pilihan asal daerah calon istri. Sekali lagi ini bukan paksaan. Ini masukkan buat Anda yang ingin menikah.

Semoga Alloh azza wa jalla memberikan taufik kepada kita semua....

Selasa, September 02, 2014

Sebelum Menikah

Apa yang Dipersiapkan Sebelum Menikah?
MUNGKIN ada yang bertanya, apa yang dipersiapkan sebelum menikah? Karena itulah, insya Alloh tulisan ini akan mengupas hal itu.
1. Untuk Laki-Laki
A. Persiapan Ilmu
Sebagai seorang calon suami, Anda harus memiliki kekayaan pengetahuan. Baik itu bidang agama, maupun berkaitan dengan muamalah sosial karena yang namanya berumahtangga, kita memiliki banyak tanggungjawab. Dan tanggung jawab itu bermodalkan ilmu.
Bagaimana mungkin seorang suami mau meluruskan pemahaman keliru istri, mana yang bid'ah dan mana yang sunnah, kalau ia tidak mempelajari hakikat bid'ah dan sunnah?
Secara ringkas, seorang suami wajib mempelajari ilmu tentang:
- Tauhid
- Akhlak
- Fiqih
- Manhaj
- Kesabaran
- Kesyukuran
- Hidup Qona'ah
- Pendidikan Anak
- Hak-hak dan Kewajiban Pasangan
- Dan lain-lain
B. Meminta Pertolongan Kepada Alloh
Seorang calon suami hendaknya senantiasa berdoa kepada Alloh agar diberikan pasangan yang sholihah. Karena sebaik-baik ketentuan adalah ketentuan-Nya.
C. Perbaiki Niat
Menikah bukan karena harta, pangkat, dan wanita semata. Namun, menikah adalah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Alloh azza wa jalla.
Karena itulah, menikah adalah keputusan yang dewasa bagi orang yang beriman agar semakin dekat kepada-Nya.
D. Tubuh yang Sehat
Seorang lelaki tidak boleh merokok atau hal-hal yang dapat membahayakan kesehatannya. Karena hal itu menyelamatkan kesehatan keluarganya kelak.
E. Kesiapan Menafkahi Keluarga
Tidak perlu mapan, yang penting siap memperbaiki kualitas hidup. Jangan malas, tapi semangatlah mencari rezki.
Ada baiknya sudah memiliki pekerjaan yang bisa diharapkan, jangan menganggur.
F. Mencintai Dunia Anak
Belajarah sejak dini pendidikan Islam terkait dunia anak. Jangan menjadi orang tua dadakan, sehingga mengikuti pola nenek moyang. Bacalah karya Syaikh Jamil Zainu, Syaikh Fadhli Ilah, dll. Belajarlah mencintai anak karena Nabi Shollallohu alaihi wasallam pun mencintai anak-anak.
G. Konsultasi dengan Para Ustadz
Salah satu guru yang baik adalah pengalaman. Maka mintalah pandangan-pandangan para ustadz yang berpengalaman tentang bahtera rumah tangga. Supaya Anda mendapatkan modal, pengetahuan baru, dan solusi-solusi saat berumah tangga.
Karena berumahtangga itu diusahakan sampai mati, maka jangan bermain-main tanpa ilmu. Sudah banyak kasus rumah tangga yang retak karena dilandasi oleh semangat saja, tanpa meminta nasehat dari orang yang berilmu.
Datangilah rumah para ustadz, bila memang Anda serius ingin menyempurnakan 1/2 agama. Kalau perlu mintalah bantuan para ustadz untuk dicarikan jodoh. Insya Alloh pilihan mereka baik.
H. Konsultasi dengan Orangtua
Jangan mengagetkan orang tua, besok sudah mau melamar, hari ini baru memberitahu orang tua. Mereka adalah yang melahirkan dan mendidik Anda sejak kecil, sungguh sangat disayangkan jika persoalan penting seperti ini mereka tidak mendapatkan andil. Berbaktilah kepada mereka dalam bentuk meminta restu, meminta keridhoan dan meminta agar didoakan mendapatkan istri yang sholehah.
Tiga atau enam bulan sebelum Anda ingin menikah, bermusyawaralah bahwa Anda sudah dewasa dan siap untuk menikah.
I. Berfikir tentang Tempat Tinggal Setelah Menikah
Rumah orang tua, rumah mertua, rumah sendiri atau rumah kontrakan: adalah pilihan tempat tinggal yang berat setelah menikah. Masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya. Yang jelas, Ustadz Khidir hafidzahulloh mengatakan bahwa orang yang sudah menikah hendaknya tinggal di rumah sendiri atau minamal mengontrak karena di rumah tersebut sang istri bisa berkuasa penuh menghandle secara utuh rumah tangga.
Sekali lagi, hal ini juga perlu pertimbangan khusus.
J. Jangan Maksiat Sebelum Nikah
Pacaran, ta'arufan, pendekatan, LDR, atau apapun namanya adalah modal awal memperburuk rumah tangga kelak. Ia akan merusak tatanan kebahagiaan rumah tangga. Pacaran adalah maksiat yang efeknya sampai pada pernikahan.
Maka, tinggalkan jejak harom ini. Jangan sering menonton TV, dengar musik, bergaul dengan teman buruk, karena semua ini memicu untuk berpacaran.
Jangan pernah Anda SMS-an dengan akhwat, inbox-inboxan, ketemuan, semua ini bukanlah perilaku yang baik dalam akhlak seorang muslim.
Sibuklah menuntut ilmu di saat ingin menikah, karena yang demikian itu akan mendatangkan rezki yang berberkah.
Demikianlah modal atau adab bagi seorang lelaki di masa persiapan menikah.
2. Untuk Wanita
Adapun untuk wanita, sama saja kesiapannya pada poin A, B, C, D, F, G, (konsultasi ke ustadzah), dan J. Untuk poin tambahan selanjutnya:
- Meminta kepada Orangtua Agar Dipermudah dalam Pernikahan
Jangan Anda kawin lari, jangan nikah tanpa wali, karena nikahnya tidak syah.
Sejak Anda siap mau menikah, hendaknya berbicara dengan lembut kepada orangtua agar dipermudah dan diperlancar dalam pernikahan jika ada yang melamar dan Anda juga tidak menolak jika Anda sudah cocok dengan calon.
Mudahkan mahar, ringankan panaik (biaya pesta), acara pernikahan yang tidak melanggar syariat: ini semua Anda harus bicarakan kepada orangtua supaya kelak tidak menimbulkan cekcok.
- Bisa Memasak
Bukan hanya bisa masak air. Tapi, kuasailah masak ikan, sayur, goreng tempe, goreng tahu, dan yang semisal dengannya. Jangan menjadi wanita instan, yang makanannya serba dibeli bahkan masih dimasakkan oleh orangtua. Malu. Ini semua budaya yang perlu diubah.
Ingat, persoalan memasak bukan hanya untuk menyenangkan perut suami, tetapi memasak adalah bentuk atau cara melayani tamu dengan optimal, dan juga memberikan hadiah buat tetangga lewat sajian masakan.
Pelajarilah lebih awal, agar kelak tak menjadi istri yang kaku. Sejak dini, lihatlah ibu Anda saat memasak, temani dia saat kerja ikan, goreng ikan, dll.
Ibu Anda adalah guru persoalan seperti ini.
Demikianlah persiapan bagi seorang muslimah ketika masa persiapan menikah.
Semoga apa yang kami paparkan ini memberikan faedah buat para pembaca. Semoga Alloh azza wa jalla memberi taufik kepada kita semua.
(Penulis: Abu Hanin & Ummu Hanin)