Kamis, Agustus 28, 2014

DEMI KEBAIKANMU

Berkata Salman Al-Farisy -radhiyallahu'anhu- :
إنما مثل المؤمن في الدنيا كمثل المريض معه طبيبه الذي يعلم داءه ودواءه, فإذا اشتهى ما يضرّه منعه وقال لا تقربه فإنك إذا أتيته أهلكك, فلا يزال يمنعه حتى يبرأ من وجعه, وكذلك المؤمن يشتهي أشياء كثيرة مما قد فضل به غيره من العيش فيمنعه الله عز وجل إياه ويحجزه حتى يتوفاه فيدخله الجنّة
"Sesungguhnya perumpamaan seorang mukmin dikehidupan dunia ini bagaikan seorang yang sakit dan didampingi oleh dokter yang mengetahui jenis penyakitnya serta obatnya, maka jika orang tersebut berkeinginan terhadap sesuatu yang membahayakannya maka dokter tersebut pun melarangnya dan berkata; 'jangan engkau mendekatinya, karena jika engkau mengkomsumsinya maka engkau akan binasa'.
Terus menerus dokter tersebut melarangnya hingga ia sembuh dari penyakitnya, maka demikianlah seorang mukmin yang memiliki keinginan pada perkara yang sangat banyak dari perkara yang telah diberikan keutamaan kepada selainnya, maka Allah Azza Wa Jalla menghalanginya dari hal tersebut dan menahannya hingga mewafatkannya dan memasukkannya kedalam Surga".
_______
■ [Shifatus Shafwah (1/258)] ■

Boleh Suami Memanggil Istri Dengan ‘UMMI’ !

Fatwa Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah..
السؤال: هل يجوز للرجل أن يقول لزوجته يا أختي بقصد المحبة فقط , أو يا أمي بقصد المحبة فقط
فأجاب: نعم , يجوز له أن يقول لها يا أختي, أو يا أمي, وما أشبه ذلك من الكلمات التي توجب المودة والمحبة, وإن كان بعض أهل العلم كره أن يخاطب الرجل زوجته بمثل هذه العبارات, ولكن لا وجه للكراهة, وذلك لأن الأعمال بالنيات, وهذا الرجل لم ينو بهذه الكلمات أنها أخته بالتحريم والمحرمية, وإنما أراد أن يتودد إليها ويتحبب إليها, وكل شيء يكون سبباً للمودة بين الزوجين, سواء كان من الزوج أو الزوجة فإنه أمر مطلوب
Pertanyaan:
Bolehkah suami memanggil istrinya “Ya Ukhti” (wahai saudariku) atau “Ya Ummi” (wahai ibuku) karena dorongan kecintaan saja ?.
Beliau rahimahullah menjawab:
Ya, dibolehkan bagi suami untuk memanggil istrinya dengan panggilan “Ya Ukhti”, atau “Ya Ummi“, atau panggilan-panggilan lain yang dapat mendatangkan rasa sayang dan cinta.
Walaupun sebagian ulama me-makruh-kan bila seorang suami memanggil istrinya dengan panggilan-panggilan yg seperti ini, namun hukum makruh ini tidaklah tepat, karena setiap amalan itu tergantung niatnya, dan orang ini tidaklah meniatkan dgn panggilan-panggilan itu, bahwa istrinya adalah saudarinya yg diharamkan atau mahrom-nya. Tidak lain ia hanya bermaksud menampakkan rasa sayang dan cintanya, dan setiap sesuatu yg menjadikan/mendatangkan rasa sayang antara dua mempelai, baik dilakukan oleh suami atau istri, maka hal itu adalah sesuatu yg dianjurkan.
(Sumber: Fatawa Nurun Alad Darb hal: 19)
Dalam kitabnya Syarhul Mumti’, beliau rahimahullah juga mengatakan:
فإذا قال: يا أمي تعالي، أصلحي الغداء فليس بظهار، لكن ذكر الفقهاء -رحمهم الله- أنه يكره للرجل أن ينادي زوجته باسم محارمه، فلا يقول: يا أختي، يا أمي، يا بنتي، وما أشبه ذلك، وقولهم ليس بصواب؛ لأن المعنى معلوم أنه أراد الكرامة، فهذا ليس فيه شيء، بل هذا من العبارات التي توجب المودة والمحبة والألفة.
Jika seorang suami mengatakan kepada isterinya: “ya Ummi! Kemarilah, siapkan makan siang”, ini bukanlah “zhihar“.
Namun para ahli fikih -rohimahumulloh- menyebutkan bahwa: di-makruh-kan bagi seorang suami memanggil isterinya dg sebutan mahrom-mahromnya, sehingga tidak boleh baginya memanggil istrinya: “ya Ukhti”, “ya ummi“, “ya binti”, dan yg semisalnya. Perkataan mereka ini tidaklah benar, karena makna dari panggilan itu sudah maklum, bahwa si suami bermaksud memuliakan istrinya, maka ini tidaklah mengapa, bahkan panggilan-panggilan seperti ini dapat mendatangkan rasa sayang, cinta, dan keakaraban. (Sumber: Syarhul Mumti’ 13/236)
Semoga Bermanfaat ! Baarakallahufiykum..